ABRI Aceh Achenese AD Afganistan Africa Selatan Afrika Agustus Akpol Akuarius AL Al Qur'an Albania Aljazair Alkitab Allah Allahu Allahu akbar Almasih Alpen AlQuran Alqur'an Alquran Amazone Amerika Amerika Latin Amerika Selatan Amerika Serikat Amerika Tengah Amerika Utara Amrik Andalas Angola Antarktik Antarktika Antartik Antartika APBN Apr. April Aprindo Arab Saudi Argentina Aries Arktik Artik AS Asia Asia Barat Asia Tenggara Asia Timur Aswain Athena Atlantik AU Australi Australia a.
Berdalil Bahwa Shalat Jamaah itu Sunnah atau Sunnah Muakadah 227 4. Tidak Shalat Berjamaah di Masjid 228 5. Mengakhirkan Shalat dari Waktu yang Utama 231 6. Tidak Shalat Berjamaah Ketika Safar 232 7. Shalat di Taman Atau Tempat-tempat Umum dengan Meninggalkan Masjid Meskipun Jaraknya Dekat 233 8. Mengangkat Imam yang Tidak Layak 233 9.
Fiqih Haji Pengantar Sungguh Allah tidaklah menciptakan manusia dan jin kecuali hanya untuk menyembah-Nya semata, sebagaimana firman-Nya: ' Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Adz dzariyat:56) kemudian untuk merealisasikan penyembahan tersebut dibutuhkan suatu media yang dapat menjelaskan makna dan hakikat penyembahan yang dikehendaki Allah, maka dengan hikmah-Nya yang agung Dia mengutus para Rasul dalam rangka membawa dan menyampaikan risalah dan syariat-Nya kepada jin dan manusia. Dan risalah tersebut merupakan petunjuk yang jelas dan hujjah atas para hamba-Nya.
Dan diantara kesempurnaan Islam, Allah yang Maha Bijaksana menetapkan ibadah Haji ke Baitullah Al Haram sebagai salah satu dari syiar-syiar Islam yang agung. Bahkan ibadah haji merupakan rukun yang kelima dari rukun-rukun Islam dan merupakan salah satu sarana dan media bagi kaum muslimin untuk bersatu, meningkatkan ketaKwaan dan meraih surga yang telah dijanjikan untuk orang-orang yang bertaqwa. Oleh karena itu Islam dengan kesempurnaan syari'atnya telah menetapkan suatu tata cara atau metode yang lengkap dan terperinci sehingga tidak perlu adanya penambahan dan pengurangan dalam pelaksanaan ibadah ini. Dan sebagai seorang muslim yang baik tentunya akan berusaha dan bersemangat untuk mempelajarinya kemudian mengamalkannya setelah Allah memberikan pertolongan, kemudahan dan kemampuan baginya untuk menunaikan ibadah yang mulia ini. Al-Mughny 5/5 Syarhul Mumti' 7/7 muzakirot Syarhul 'Umdatil Fiqh Kitab Haji wal Umrah hal.1 Lihat Al-Ijma, oleh Ibnul Mundir hal 54 dan Al-Mughny 5/6 lihat Syarhl Umdah oleh Ibnu Taimiyah 2/302 Lihat Syarhul Mumti'7/62-64 dan Syarah Umdatul Fiqh hal 14 Syarah 'Umdah oleh Ibnu Taimiyah 2/316 Dikenal sekarang dengan nama As-Sail al-Kabir.
Syarah Umdah Ibnu Taimiyah 2/316 Hadits ini dishahihkan Al-Albany dalam irwa' 6/176 Fiqih Haji (Bag II) oleh Kholid Syamhudi 5. Jenis-jenis Manasik Haji. Jenis-jenis manasik haji yang telah ditetapkan syariat ada tiga,yaitu: 1. Ifrod Ifrad merupakan salah satu dari jenis manasik haji yang hanya berihrom untuk haji tanpa dibarengi dengan umroh,maka seorang yang memilih jenis manasik ini harus berniat untuk haji saja, kemudian pergi ke Makkah dan berthowaf qudum, apabila telah berthowaf maka dia tetap berpakaian ihrom dan dalam keadaan muhrim sampai hari nahar (tanggal 10 dzul hijah dan tidak dibebani hadyu (sembelihan),serta tidak ber sa'i kecuali sekali dan umrohnya dapat dilakukan pada perjalanan yang lainnya.
Diantara bentuk-bentuk Ifrad adalah:. Berumroh sebelum bulan-bulan haji dan tinggal menetap di Makkah sampai haji. Berumroh sebelum bulan-bulan haji,kemudian pulang ketempat tinggalnya dan setelah itu kembali ke Mekkah untuk menunakann ibadah haji.
Tamatu' Tamatu' adalah berihrom untuk umrah di bulan-bulan haji setelah itu berihrom untuk haji pada tahun itu juga. Dalam hal ini diwajibkan baginya untuk menyembelih hadyu (sembelihan). Oleh karena itu setelah thawaf dan sya'i dia mencukur rambut dan pada tanggal 8 Dzul hijjah berihram untuk haji. Qiran Qiran adalah berihram untuk umrah dan haji sekaligus, dan membawa hadyu (sembelhan) sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah, dan qiran ini memiliki tiga bentuk:. Berihram untuk haji dan umrah bersamaan, dengan menyatakan “ Labaik ‘umratan wa hajjan” dengan dalil bahwa Nabi didatangi Jibril dan berkata: 'Shalatlah di wadi yang diberkahi ini dan katakan 'Umrah fi hajjatin' (H.R Bukhari).
Berihram untuk umrah saja pertama kali kemudian memasukkan haji atasnya sebelum memulai thawaf. Dengan dalil hadits yang diriwayatkan 'Aisyah ketika beliau berihram untuk umrah kemudian haidh di Saraf.
Lalu Rasulullah memerintahkan beliau untuk berihlal (ihram) untuk haji dan perintah tersebut bukan merupakan pembatalan umrah dengan dalil sabda Rasulullah dalam hadits tersebut: 'Cukuplah bagi kamu thawafmu untuk haji dan umrahmu' (H.R Muslim no. Berihram untuk haji kemudan memasukkan umrah atasnya.
Tentang kebolehan hal ini para ulama ada dua pendapat: 1. Boleh dengan dalil hadits 'Aisyah: ' Rasululloh berihlal (ihrom) dengan haji'. Dan hadits Ibnu Umar: 'Shalatlah di wadi yang diberkahi ini dan katakan 'Umrah fi hajjatin' (H.R Bukhari) 'telah masuk umroh kedalam haji sampa hari kiamat'.
Dalil-dalil ini menunjukkan kebolehan memasukkan umrah kedalam haji. Tidak boleh dan ini adalah pendapat yang masyhur dalam madzhab hanbali. Berkata Syaikhul Islam: Dan seandainya dia berihram dengan haji kemudian memasukkan umrah ke dalamnya, maka tidak boleh menurut pendapat yang rojih dan sebaliknya dengan kesepakatan para ulama Kemudian berselisih para ulama dari ketiga macam/jenis manasik ini dan dapat kita simpulkan menjadi tiga pendapat: 1.
Tamattu' lebih utama dan ini merupakan pendapat Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, 'Aisyah, Alhasan, 'Atha', Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, Al-Qarim, Saalim, Ikrimah, Ahmad bin Hanbal, dan madzhab ahli zhahir serta merupakan pendapat yang masyhur dari madzhab hanbali dan satu daru dua pendapat Imam Syafi'i. Qiran lebih utama dan ini merupakan pendapat madzhab Hanafi dan Tsaury berhujjah dengan: - Hadits Anas, beliau berkata: 'Aku mendengar Rasulullah berihlal dengan keduanya:,labbaik Umrotan wa hajjan'(mutafaqun Alaih) - Hadits Adh-Dhaby bin Ma'bad ketika talbiyah dengan keduanya, kemudian datang umar lalu dia menanyakannya,maka beliau berkata: 'Kamu telah mendapatkan sunah Nabimu.(H.R Abu Dawud no. 1798; Ibnu Majah no. 2970 ddengan sanad shahih) - Pebuatan Ali dan perkataannya kepada Utsman ketika menegurnya: 'Aku mendengar Rasulullah bertalbiyyah dengan keduanya sekalgus, maka aku tidak akan meninggallkan ucapan Rasulullah karena pendapatmu ' (H.R Baihaqi) - Karena pada Qiran ada pembawaan hadyu, maka lebih utama dari yang tidak membawa.
Ifrad lebih utama dan ini merupakan pendapat Imam Malik dan yang terkenal dari Madzhab Syafi'i serta pendapat Umar, Utsman, Ibnu Umar, Jabir dan 'Aisyah; dengan hujjah: - Hadits Aisyah dan Jabir yang menjelaskan bahwa Nabi melakukan haji ifrad - Karena haji tersebut sempurna tanpa membutuhkan penguat, maka yang tidak membutuhkan lebih utama dari yang membutuhkan. Amalan Khulafaur rasyidin Sedangkan yang rajih adalah pendapat pertama dengan dalil: a. Hadits Ibnu Abbas, beliau berkata: ketika Rasulullah sampai di Dzi Thuwa dan menginap disana, lalu setelah shalat subuh beliau berkata: 'Barang siapa yang ingin menjadikannya umrah maka jadikanlah dia sebagai umrah' (mutafaqun alaihi) b.
Hadits Aisyah: 'Kami telah berangkat bersama Rasulullah dan tidaklah kami melihat kecuali itu adalah haji, ketika kami tiba di makkah kami thawaf di ka'bah, lalu Rasulullah memerintahkan orang yang tidak membawa hadyu (senmbelihan) untuk bertahalul, berkata Aisyah: maka bertahalullah orang yang tidak membawa hadyu dan istri-istri beliau tidak membawa hadyu maka mereka bertahalul '(mutafaqun alaih) c. Juga terdapat riwayat Jabir dan Abu Musa bahwa Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya ketika selesai thawaf di ka'bah untuk tahalul dan menjadikannya sebagai umrah.
Maka perintah pindah dari Ifrad dan Qiran kepada tamatu' menujukkan bahwa tamatu' lebih utama. Karena, tidaklah beliau memindahkan satu hal kecuali kepada yang lebih utama. Sabda Raslullah 'Seandainya saya dapat mengulangi apa yang telah lalu dari amalan saya maka saya tidak akan membawa sembelihan dan menjadikannya Umrah'.
(H.R Muslim Ahmad no. Kemarahan dan kekesalan Rasulullah kepada para sahabatnya yang masih bimbang dengan anjuran beliau agar mereka menjadikan haji mereka umrah sebagaimana hadits Aisyah: 'Maka masuklah Ali dan beliau dalam keadaan marah, lalu aku berkata: 'Siapa yang membuatmu marah wahai Rasulullah?' Beliau menjawab: 'Apakah kamu tidak tahu, aku memerintahkan orang-orang dengan suatu perintah, lalu mereka bimbang. (ragu dalam melaksanakannya) ' (H.R Muslim) Maka jelaslah kemarahan beliau ini menunjukan satu keutamaan yang lebih dari yang lainnya Sedangkan Syaikul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa hukumnya disesuaikan dengan keadaan, kalau dia membawa hadyu (sembelihan) maka qiran lebih utama, dan apabila dia telah berumrah sebelum bulan-bullan haji maka ifrad lebih utama dan selainnya tamatu' lebih utama. Beliau berkata: Dan yang rajih dalam hal ini adalah hukumnya berbeda-beda sesuai dengan perbedaan orang yang berhaji, kalau dia bepergian dengan satu perjalanan umrah dan satu perjalanan untuk haji atau bepergian ke Makkah sebelum bulan-bulan haji dan berumrah kemudian tinggal menetap disana sampai haji, maka dalam keadaan ini ifrad lebih utama baginya, dengan kesepakatan imam yang empat. Dan apabila dia mengerjakan apa yang telah dilakukan kebanyakan orang, yaitu mengabungkan antara umrah dan haji dalam satu kali perjalanan dan masuk Makkah dalam bulan-bulan haji, maka dalam keadaan ini qiran lebih utama baginya kalau dia membawa hadyu, dan kalau dia tidak membawa hadyu maka, bertahalul dari ihram untuk umrah lebih utama. Al-Ikhtiyarat hal 117 Kitab Manasik hal.
14 Lihat Muzakirat syarah umdah hal 65 dan syarhul mumti' 6/67 Istitsfar adalah suatu usaha untuk mencegah keluarnya daarah dari kemaluan orang yang haidh atau nifas dengaan cara mengambil kain yang memanjang yang diletakkan pada tempat darah tersebut dan dilapisi oleh bahan yang tidak tembus darah yang diambil ujung-ujunnya untuk diikatkan di perutnya, akan tetapi pada zaman sekarang telah ada softex (pembalut wanita). Lihat syarah Muslim 8/404.
Lihat syarah mumti' 6/73-74 Syaral Mumti' 6/74 dinukil dari syarhul mumti' 6/75 setelah melakukan umrah dengan melakukan thawaf dan sya'i. pada tanggal 10 Dzul Hijjah Fiqih Haji (Bag III) oleh Kholid Syamhudi 6. Bertalbiyah yaitu membaca: Labbaika Allahumma labbaik labbaika laa syariika laka labbaik Innal hamda wani'mata laka wal mulk laa syariikaa laka dan yang sejenisnya.
Waktu Talbiyyah Waktu talbiyah adalah dimulai setelah berihram ketika akan melakukan perjalanan, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dalam hajinya, berkata Jabir: ' Rasulullah mulai membaca talbiyah ketika telah tegak ontanya di al-Baida beliau ihlal (ihram) dengan haji lalu bertalbiyah dengan tauhid, labbaika allahumma labaik ' (H.R Muslim) 2. Cara membacanya Talbiyah ini dibaca dengan mengangkat suara bagi kaum laki-laki sebagaimana perintah Rasulullah: 'Telah datang kepadaku jibril dan dia memerintaahkan aku untk memerintahkan sahabat-sahabatku agar mengangkat suara-suara mereka dalam bertalbiyah. ' Dan tidak disyari'atkan bertalbiyah dengan berjamaah akan tetapi apabila terjadi kebersamaan dalam talbiyah tanpa disengaja dan tidak dipimpin maka hal itu tidak mengapa karena Rasulullah para shahabatnya bertalbiyah dalam satu waktu padahal jumlah mereka sangat banyak maka hal tersebut sangat memungkinan untuk terjadinya talbiyah degan suara yang berbarengan, akan tetapi mengangkat suara dalam talbiyah ini jangan sampai mengganggu dan menyakiti dirinya sendiri sehingga dia tidak dapat terus bertakbir. Sedangkan untuk wanita tidak disunahkan mengangkat suara mereka bahkan mereka diharuskan untuk merendahkan suara mereka dalam bertalbiyah. Waktu Berhenti Talbiyah. Terdapat perbedaan pendapat para ulama dalam penentuan waktu berhenti talbiyah bagi orang yang berumroh atau berhaji dengan tamatu' menjadi beberapa pendapat: 1.
Ketika masuk haram,dan ini pendapat Ibnu Umar,Urwah dan Al Hasan serta mazdhab maliki,mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan An Nasaai yang lafadznya; 'Ibnu Umar ketika masuk pinggiran haram menghentikan talbiyah kemudian menginap dzi thuwa dan beliau sholat shubuh disana serta mandi dan beliau berkata bahwa Nabipun berbuat demikian' 2. Ketika melihat rumah-rumah.penduduk makkah dan ini pendapat Said bin Al Musayyib 3.